Kamis, 21 April 2011

Pesantren Dimasa Awal Islam

Terdapat kesepakatan diantara ahli sejarah Islam yg menyatakan bahwa pendiri pesantren pertama adalah dari kalangan Walisongo, namun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa dari mereka yg pertama kali mendirikannya. Ada yg mengganggap bahwa Maulana Malik Ibrahim-lah pendiri pesantren pertama, adapula yg menganggap Sunan Ampel, bahkan ada pula yg menyatakan pendiri pesantren pertama adalah Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah. Akan tetapi pendapat terkuat adalah pendapat pertama.

Sedang mengenai pendapat yg menyatakan pesantren paling tua adalah pesantren Tegalsari Ponorogo maka hal tersebut tidak sampai menafikan hal yg kami sebutkan diatas. Karena yg dimaksud adalah pendirian dan pelembagaan pesantren pertama kali.


Wali Songo
Peran dan pengaruh pesantren pada masa ini sangatlah kuat. Dimulai dengan Maulana Malik ibrahim, beliau mendirikan pesantren guna mempersiapkan kader-kader terdidik untuk melanjutkan perjuangan menyebarkan agama islam.

Kemudian datang Sunan Ampel atau Raden Rahmat ia mendirikan pesantren di daerah rawa-rawa pemberian Majapahit. Pesantren tersebut merupakan sentra pendidikan yg sangat berpengaruh di nusantara bahkan mancanegara. Diantara murid-murid beliau adalah Sunan Giri yg mendirikan pesantren Giri Kedaton, beliau juga merupakan penasehat dan panglima militer ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit. Keahlian beliau dalam fiqh menyebabkan beliau diangkat menjadi mufti setanah jawa.

Diantara murid beliau adalah Raden Patah raja pertama kerajaan demak yg juga putra raja terakhir Majapahit Prabu Brawijaya v. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yg dibimbing oleh para Walisongo. Pada masa Raden Patah pula kerajaan Demak mengirimkan ekspedisi ke Malaka yg dipimpim Adipati Unus untuk merebut selat Malaka dari tangan Belanda.

Dan jika kita teliti tentang sisilsilah ilmu para Walisongo, kita akan menemukan bahwa kebanyakan sisilsilahnya akan sampai pada Sunan Ampel. Sebut saja Sunan Kalijaga, belia adalah murid Sunan Bonang yg merupakan Putra Sunan Ampel. Begitu pula Sunan Kudus yg banyak menuntut ilmu dari Sunan Kalijaga. Mereka semua ini punya jasa yg sangat dalam penyebaran agama islam.

Begitulah pesantren pada masa Walisongo, ia digunakan sebagai tempat menimba ilmu sekaligus untuk menempa para santri guna menyebarluaskan ajaran agama Islam, mendidik kader-kader pendakwah guna disebarkan keseluruh nusantara. Dan hasilnya bisa kita lihat sendiri, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia dan bahkan bukan hanya itu jumlah pengikutnya adalah yg terbanyak di dunia.

Setelah itu muncul pula pesantren-pesantren lain yg mengajarkan ilmu agama diberbagai bidang berdasarkan kitab-kitab salaf.

Pesantren Dimasa Penjajahan

Pada masa penjajan belanda pesantren mengalami ujian dan cobaan dari Allah, pesantren harus berhadapan dengan dengan Belanda yg sangat membatasi ruang gerak pesantren dikarenakan kekuatiran Belanda akan hilangnya kekuasaan mereka.

Sejak perjanjian Giyanti, pendidikan dan perkembangan pesantren dibatasi oleh Belanda. Belanda bahkan menetapkan resolusi pada tahun 1825 yg membatasi jumlah jamaah haji. Selain itu belanda juga membatasi kontak atau hubungan orang islam indonesia dengan negara-negara islam yg lain. Hal-hal ini akhirnya membuat pertumbuhan dan pekembangan Islam menjadi tersendat.

Perlu diketahui, bahwa walaupun Walisongo berhasil mengislamisai sebagian besar wilayah nusantara, namun banyak atau bahkan sebagian besar dari mereka keislamannya belum sempurna. Hal ini dapat dibuktikan dalam masa sekarangpun terdapat masyarakat yg rajin sholat puasa dan sebagainya akan tetapi mereka masih mempercayai kepercayaan mistik animisme warisan nenek moyang mereka. Sebagian lagi dari mereka cuma mengenal islam melalui sholat puasa, larangan memakan daging babi, tradisi sunat saja tanpa mengenal yg lainnya. Dan pada masa penjajahan belanda proses kelanjutan dari pengislaman ini terhambat dan tersendat oleh ulah penjajah Belanda.

Sebagai respon atas penindasan belanda, kaum santri pun mengadakan perlawanan. Menurut Clifford Geertz, antara 1820-1880, telah terjadi pemberontakan besar kaum santri di indonesia yaitu :

1. Pemberontakan kaum padri di sumatra dipimpin oleh Imam Bonjol

2. Pemberontakan Diponegoro di Jawa

3. Pemberontakan Banten akibat aksi tanam paksa yg dilakukan belanda

4. Pemberontakan di Aceh yg dipimpin antara lain oleh Teuku Umar dan Teuku Ciktidiro

Pada akhir abad ke19 segera setelah Belanda mencabut resolusi yg membatasi jamaah haji, jumlah peserta jamaah haji pun membludak. Hal ini menyebabkan tersedianya guru-guru pengajar islam dalam jumlah yg berlipat-lipat yg dengan demikian ikut meningkatkan jumlah pesantren. Karena seperti hal yg kita ketahui, para jamaah haji pada waktu itu selain berniat untuk haji mereka juga sekalian untuk menuntut ilmu, dan ketika mereka kembali ke Indonesia mereka mengembangkan ilmunya dan menyebarkuaskanya.

Pada masa inilah banyak muncul ulama-ulama indonesia yg berkualitas internasional seperti Syekh Ahmad Khatib Assambasi, Syekh Nawawi Albantani, Syeh Mahfudz At-Tarmisi, Syeh Abdul Karim dll. Yang kepada mereka lah intisab keilmuan kyai-kyai Indonesia bertemu.


Snouck Hurgronje
Awal abad 20 atas usul Snouck Hurgronje Belanda membuka sekolah-sekolah bersistem pendidikan barat guna menyaingi pesantren. Tujuannya adalah untuk memperluas pengaruh pemerintahan Belanda dengan asumsi masa depan penjajahan Belanda bergantung pada penyatuan wilayah tersebut dengan kebudayaan Belanda. Sekolah-sekolah ini hanya diperuntukkan bagi kalangan ningrat dan priyayi saja dengan tujuan westernisasi kalangan ningrat dan priyayi secara umum. Kelak sebagai akibat dari sekolah model belanda ini adalah munculnya golongan nasionalis sekuler yg kebanyakan bersal dari kalangan priyayi.

Sebagai respon atas usaha Belanda tersebut para kyai pun mendirikan sistem madrasah yg diadopsi dari madrasah-madrasah yg mereka temukan ketika menuntut ilmu di makkah. Selain itu pesantren juga mulai mengajarkan ilmu-ilmu umum seperti matematika, ilmu bumi, bahasa Indonesia, bahkan bahasa Belanda, yg dipelopori oleh pesantren Tebu Ireng pada tahun 1920. Selain itu para kyai juga mulai membuka pesantren-pesantren khusus bagi kaum wanita.

Hasilnya sungguh memuaskan pondok pesantren semakin diminati. Dalam tahun 1920-1930 jumlahpesantren dan santri-santrinya melonjak berlipat ganda dari ratusan menjadi ribuan santri.

Pada kurun waktu awal 1900-san inilah lahir organisasi-organisasi islam yg didirikan kalangan santri. Sebut saja SI yg didirikan Hos Cokroaminoto dan H Samanhudi, NU yg didirikan KH Hasyim Asy’ari, Muhammadiyyah yg dirikan KH Ahmad Dahlan, PERSIS (persatuan islam) dll. Yg kesemuanya berjuang menegakkan agama Islam dan berusaha membebaskan Indonesia dari cengkeraman Belanda.


KH Wahab Chasbullah dan KH Bisri Syamsuri
Pada masa penjajahan Jepang untuk menyatukan langkah, visi dan misi demi meraih tujuan, organisasi-organisasi terse

but melebur menjadi satu dengan nama Masyumi (majlis syuro muslimin indonesia).

Pada masa Jepang ini pula kita saksikan perjuangan KH Hasyim Asy’ari beserta kalangan santri menentang kebijakan kufur Jepang yg memerintahkan setiap orang pada jam 07:00 untuk menghadap arah Tokyo menghormati kaisar Jepang yg dianggap keturunan dewa matahari sehingga beliau ditangkap dan dipenjara 8 bulan.

Menjelang kemerdekaan kaum santri pun terlibat dalam penyusunan undang-undang dan anggaran dasar relublik Indonesia yg diantaranya melahirkan piagam Jakarta. Namun oleh golongan nasioalis sekuler piagam jakarta tersebut dihilangkan sehingga kandaslah impian mendirikan negara Islam Indonesia.

Periode kemerdekaan

Pada masa awal-awal kemerdekaan kalangan santri turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. KH Hasyim Asyari waktu itu mengeluarkan fatwa wajib hukumnya mempertahankan kemerdekaan

Fatwa tersebut disambut positif oleh umat islam sehingga membuat arek-arek Surabaya dengan dikomandoi Bung Tomo dengan semboyan “Allahhu akbar!! Merdeka atau mati” tidak gentar menghadapi Inggris dengan segala persenjataanya pada tanggal 10 November. Deperkirakan 10000 orang tewas pada waktu itu namun hasilnya, Inggris gagal menduduki Surabaya.


KH. Hasyim Asy'ari
Setelah perang kemerdekaan pesantren mengalami ujian kembali dikarenakan pemerintahan sekuler Soekarno melakukan penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional yg tentu saja masih menganut sistem barat ala Snouck Hurgronje.

Akibatnya pengaruh pesantren pun mulai menurun, jumlah pesantren berkurang, hanya pesantren besar yg mampu bertahan. Hal ini dikarenakan pemerintah mengembangkan sekolah umum sebanyak-banyaknya. Berbeda pada masa Belanda yg terkhusus untuk kalangan tertentu saja dan disamping itu jabatan-jabatan dalam administrasi modern hanya terbuka luas bagi orang-orang bersekolah disekolah tersebut.

Pada pada Soekarno pula pesantren harus berhadapan dengan kaum komunis. Banyak sekali pertikain ditingkat bawah yg melibatkan kalangan santri dan kaum komunis. Sampai pada puncaknya setelah peristiwa G30s PKI, kalangan santri bersama TNI dan segenap komponen yg menentang komunisme memberangus habis komunisme di indonesia. Diperkirakan 500000rb nyawa komunis melayang akibat peristiwa ini, kepala seorang komunis dipajang disepanjang rel kereta api malang. Peristiwa ini bisa dibilang merupakan chaos paling berdarah di replubik ini namun hasilnya komunisme akhirnya lenyap dari Indonesia.

Biarpun demikian dengan jasa yg demikian besarnya pemerintahan Soeharto seolah tidak mengakui jasa pesantren. Soeharto masih meneruskan lakon pendahulunya yg tidak mengakui pendidikan ala pesantren. Kalangan santri dianggap manusia kelas dua yg tidak dapat melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi dan tidak bisa diterima menjadi pegawai-pegawai pemerintah. Agaknya hal ini memang sengaja direncanakan secara sistematis untuk menjauhkan orang-orang islam dari struktur pemerintahan guna melanggengkan ideologi sekuler.

Namun demikian pesantren pada kedua orde tersebut tetap mampu menelorkan orang-orang hebat yg menjadi orang-orang penting di negara kita seperti KH Wahid Hasyim, M Nastir, Buya Hamka, Mukti Ali, KH Saifuddin Zuhri dll.

Periode Reformasi Sampai Sekarang

Akibat kebijakan rusak Soeharto pemerintahan pun dipenuhi orang-orang abangan yg tak tahu agama sehingga terjadilah korupsi, kolusi, dan berbagai macam bentuk kerusakan lainnya. Selain itu politik “keseimbangan” yg diterapkannya menyebabkan pesantren yg kebanyakan milik NU kehilangan perannya di lingkungan pemerintahan. Pemerintah lebih suka memilih Muhammdiyyah yg merupakan rival NU untuk menempati beberapa pos penting pemerintahan.


Partai-partai peserta pemilu 2009
Pada era reformasi yg diantara diprakarsai oleh Gus Dur dan Amien Rais dari kalangan NU dan Muhammdiyyah, kaum santri mulai bangkit. Partai-partai yg berbasis santri pun bermunculan. NU yg tidak puas atas hegemoni orang luar NU di PPP mendirikan PKB. Kalangan yg tidak puas dengan PKB mendirikan PKU, PNU sampai yg terakhir PKNU. Dari muhammdiyyah lahir PAN dan PBB. Muncul pula PKS yg banyak terinspirasi gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin yg belakangan mencuri perhatian. Namun sayangnya mengapa umat islam bisa dengan mudahnya terpecah belah.Pada masa ini pula muncul untuk pertama kalinya presiden dari alumni pesantren yakni Gus Dur. Namun karena kesekuleranya yg tak jauh beda dari pendahulunya serta sikapnya yg kontroversial menyebabkan ia ditinggalkan kyai-kyai yg mendukungnya. Mulai banyak muncul pula dari alumni pesantren yg mempunyai posisi penting seperti Saefullah Yusuf, Hidayat Nur Wahid, Said Agil Siraj, dan tak lupa syaikhuna KH Maemun Zubair.

Pada masa ini pesantren kembali mengalami ujian berat. Ketika merebak isu terorisme, pesantren mendapat tuduhan sebagai sarang teroris. Pemerintah pun mulai menekan dan mengawasi pesantren dengan menyebar agen intelejennya. Seiring berlalunya waktu tuduhan itu pun mulai menguap lenyap. Namun ujian yg paling berat dan berbahaya adalah dengan menjamurnya virus sipilis (sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme) yg justru diusung dan digembar-gemborkan orang-orang dari pesantren sendiri. Akibatnya banyak pondok pesantren yg mulai tertular virus tersebut. Semoga allah melindungi kita dari paham-paham sesat tersebut!

Kemudian pada masa ini pula pemerintah mulai mengakui keberadaan pesantren. Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menghapus diskriminasi terhadap pendidikan keagamaan yang berlangsung selama ini.


Generasi penerus tradisi pesantrenNamun sayangnya ini semua sepertinya cuma akal-akalan pemerintah yg notabene anak buah Amerika untuk menyetel dan mengendalikan pesantren. Demi mendapat pengakuan pemerintah, pesantren diharuskan terikat dengan berbagai regulasi teknis dan ketentuan administratif. Seperti misalnya, pesantren diharuskan mengikuti SNP (standar nasional pendidikan) yg meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Begitu juga mengenai kurikulum dimana pesantren diwajibkan memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam, ditambah pendidikan seni dan budaya. Sebenarnya tidak ada masalah dengan mata pelajaran tersebut namun yg jadi masalah adalah mereka mencekokkan mata pelajaran tersebut dengan tujuan sedikit-demi sedikit menggeser dan membelokkan pesantren dari pelajaran-pelajaran agama bermaterikan kitab-kitab salaf.

Walhasil kalangan pesantren diharapkan waspada akan gejala ini, karena seperti halnya Amerika berusaha mengintervensi kurikulum Al-Azhar Mesir, begitu pula yg terjadi disini. Selamanya pemerintahan yg sekuler tidak akan tulus membantu mengembangkan ajaran islam. “Fa anta ta’rifu kaidal khoshmi wal-hakami” engkau mengetahui tipu daya musuh dan pemerintah, begitulah bunyi penggalan bait nadzom Burdah.

PESANTREN DALAM KEBIJAKAN SISDIKNAS

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
-Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
BAB III tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, pada Pasal 4 dijelaskan bahwa: 1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, 2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, 3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, 4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, 5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, 6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Semua prinsip penyelenggaraan pendidikan tersebut sampai saat ini masih berlaku dan dijalankan di pesantren
Pasal 8 menegaskan bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan dalam Pasal 9 dijelaskan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan
Pasal 15 tentang jenis pendidikan yang menyatakan bahwa Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pesantren adalah salah satu jenis pendidikan yang concern di bidang keagamaan
Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: 1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama, 3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, dan 4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis
Pasal 26 yang menegaskan: 1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, 2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, 3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, 4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis, 5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, 6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pasal 54 menjelaskan: (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
pesantren yang merupakan Pendidikan Berbasis Masyarakat diakui keberadaannya dan dijamin pendanaannya oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Pasal 55 menegaskan: (1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. (2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Pemerintah telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 2005 – 2009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu: 1) meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, 2) meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan; dan 3) meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Maka, dunia pesantren harus bisa merespon dan berpartisipasi aktif dalam mencapai kebijakan di bidang pendidikan tersebut. Pesantren tidak perlu merasa minder, kerdil, kolot atau terbelakang. Karena posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional memiliki tujuan yang sama dengan lembaga pendidikan formal lainnya dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa